Industri Kreatif
Multidisiplin Ilmu
Pengawet Alami Berbahan
Dasar Limbah Kulit Udang
Kasus
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan sangat menghebohkan beberapa waktu
lalu di
media massa. Konsumen merasa tidak percaya bahwa selama ini banyak pedagang menggunakan
cara-cara yang tidak halal untuk memperoleh keuntungan besar. Hal ini menggugah
jiwa para peneliti di kalangan akademisi untuk mencari jalan keluar dari
masalah ini. Salah satunya adalah peneliti di Institut Pertanian Bogor. Sugeng
Hari Suseno, Pipih Suptijah, dan Mastarudin dari Departemen Teknologi Hasil
Perairan Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian berhasil
menemukan pengawet alami dan aman dikonsumsi dari kitosan ‘chitosan’. Kitosan ini berasal dari limbah invertebrata laut (kulit
udang, rajungan, dan cumi-cumi). Penemuan ini sangat berpotensi untuk
dikembagkan lebih lanjut dan sudah siap untuk diterapkan pada industri ikan dan
industri makanan lainnya yang membutuhkan pengawet alami.
Banyaknya
jenis industri kreatif di dunia beberapa tahun belakangan menjadi bahan yang
menarik untuk dibahas ataupun langsung diaplikasikan, terutama oleh para
mahasiswa. Selain untuk
menambah pengetahuan, topik mengenai industri kreatif juga dapat
menyejahterakan lingkungan bila diaplikasikan dengan cara yang tepat. Itulah
alasan mengapa kami memilih tema industri kreatif
untuk melengkapi tugas akhir kami dalam mata kuliah Sistem Alam Semesta.
Ada
dua hal
yang mendasari kami untuk memilih
topik ini. Pertama,
kitosan
dapat digunakan sebagai pengawet makanan
yang aman dikonsumsi bagi kesehatan. Kedua,
ketersediaan bahan baku untuk membuat pengawet kitosan ini sangat melimpah.
Penggunaan zat kimia berbahaya untuk mengawetkan
makanan sudah bukan hal yang asing lagi kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Para produsen dan pedagang makanan yang nakal menggunakan zat kimia seperti
formalin untuk mengawetkan produknya. Kita tahu formalin atau formaldehida
adalah zat kimia organic yang umumnya digunakan untuk mengawetkan mayat agar
tidak membusuk. Bayangkan saja zat pengawet mayat dijadikan pengawet makanan.
Formalin itu sendiri mengandung zat yang membahayakan kesehatan pengonsumsinya.
Bahkan dapat berujung kematian. Hal ini tentu saja meresahkan masyarakat dan
memaksa mereka untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan. Melihat keadaan
tersebut, beberapa ilmuwan dari beberapa universitas di Indonesia melakukan
serangkaian penelitian yang menghasilkan suatu temuan bahwa kitosan dapat
digunakan untuk mengawetkan makanan secara aman. Dari hasil penelitian tersebut
juga didapatkan bahwa makanan yang diawetkan dengan pengawet chitosan berkolestrol rendah karena kitosan dapat menurunkan
kolesterol. Kitosan merupakan
senyawa bermuatan listrik positif yang dapat menyatu dengan asam empedu
bermuatan negatif. Dengan menyatunya chitosan dengan asam empedu akan
menghambat penyerapan kolestrol dari lemak, yang mana lemak ini masuk bersama
makanan, kemudian dicerna dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang
disekresi liver.
Adapun
bahan baku untuk membuat produk kitosan
ini adalah karapaks udang dan cangkang dari berbagai jenis hewan. Di
pasar-pasar tradisional di Indonesia, bahan-bahan tersebut banyak sekali
ditemukan. Juga di tempat-tempat khusus, seperti restoran seafood dan pabrik
pengolahan makanan laut, dapat kita peroleh dalam jumlah yang sangat melimpah.
Jika bahan-bahan tersebut dibiarkan saja
tanpa diolah, lama kelamaan akan menumpuk menjadi limbah yang dapat mencemari
dan mengganggu lingkungan. Maka
dari itu, penggunaan pengawet makanan berbahan dasar chitosan ini dapat menjadi
suatu solusi tepat mengurangi limbah karapaks dan cangkang menjadi sesuatu yang
bermanfaat.
Dalam tulisan ini, kami akan membahas pemanfaatan chitosan
dari berbagai bidang ilmu termasuk dalam pemasarannya. Dengan
ini kami berharap dapat memberi manfaat bagi para pembaca sekalian.
CARA PEMBUATAN
Pembuatan
kitosan dari limbah kulit udang didasarkan oleh kandungan kitin yang ada pada
kulit udang tersebut. Kitosan adalah
senyawa turunan kitin yang salah satu gugusnya digantikan oleh atom Hidrogen.
Perbedaan antara kitin dan kitosan terletak pada gugus amida yang terikat pada
polisakarida. Pada kitin terdapat CH3COO- yang terikat pada amida, sedangkan
pada kitosan gugus ini digantikan oleh atom hydrogen. Pembuatan kitosan dari kulit udang dilakukan
dalam tiga tahap. Tahap deproteinasi (menghilangkan kandungan protein),
demineralisasi (menghilangkan kandungan mineral), dan deasetilasi (pembentukan
senyawa kitosan).
Tahap
pembuatan kitosan
Sebelum
masuk proses utama, limbah kulit udang harus dikumpulkan terlebih dahulu dari
berbagai sumber seperti limbah dari rumah makan yang menjual seafood,
limbah rumah tangga berupa kulit udang
dan dari berbagai sumber lain. Lalu hasil pemgumpulan limbah tersebut digerus
dengan cara mekanik sehingga dihasilkan serbuk limbah kulit udang. Apabila
serbuk limbah kulit udang yang tersedia cukup banyak maka proses selanjutnya
masuk ke reaksi kimia.
Tahap
melibatkan reaksi kimia
1.
Deproteinasi
: Tujuan dari penghilangan protein
disini agar bahan yang digunakan tidak mengalami pembusukan, kandungan protein
dalam suatu zat dapat mempercepat tumbuhnya bakteri. Proses ini memerlukan larutan basa, biasanya
digunakan larutan NaOH. Caranya ialah setelah limbah kulit udang digerus halus
lalu dicampur dengan larutan NaOH. Pemberian larutan basa ini bertujuan untuk
menghancurkan protein yang terkandung
pada kulit udang. Setelah dicampur dengan larutan basa pisahkan endapannya
dengan cara disaring, endapan ini lalu dinetralkan terlebih dahulu dengan cara
dibilas dengan aquades. Kemudian dikeringkan
dengan cara dipanaskan sampai terbentuk serbuk
2.
Demineralisasi
: Serbuk hasil deproteinasi ini umumnya
masih berupa senyawa Kalsium Karbonat sehingga apabila dicamprukan dengan
larutan HCl akan terbentuk gelembung gas dari CO2. Proses ini bertujuan untuk
menghilangkan kandungan mineral dalam kulit udang. Caranya ialah hasil proses
deproteinasi yang berupa serbuk dimasukkan kedalam larutan HCl, kemudian
pisahkan endapan serbuk dari larutan HCl. Hasil endapan yang diperoleh dibilas
dengan aquades lalu dipanaskan sampai kering. Hasil dari proses ini disebut
kitin.
Reaksi
serbuk limbah kulit udang saat dicampur dengan larutan NaOH
CaCO3(s) + 2HCl(l) >>> CaCl2(s) +
H2O(l)
+ CO2(g)
3.
Deasetilasi : Proses ini merupakan proses terakhir
pembuatan kitosan. Proses ini menggunakan larutan NaOH, kitin yang telah
diperoleh dari tahap demineralisasi selanjutnya dicampur dengan larutan NaOH.
Saat pencampuran dengan larutan NaOH, terjadi adisi OH- pada amida kemudian
terjadi eliminasi gugus COCH3-, sehingga terbentuklah gugus NH2 yang berikatan
dengan polimer kitin. Inilah senyawa yang disebut kitosan. Senyawa ini dapat
digunakan untuk mengawetkan makanan karena gugus NH2 pada kitosan dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara adsorpsi kitosan pada permukaan bakteri sehingga bakteri yang
telah mengadsorpsi kitosan ini akhirnya mati.
Substitusi
atom H pada kitin oleh larutan NaOH (deasetilasi)
|
Menggunakan limbah udang
untuk pengawet makanan (chitosan) terbukti memiliki keuntungan dan kekurangan.
Dengan adanya masalah ini, telah ada perdebatan apakah kita masih perlu
menggunakan chitosan atau tidak.
Salah satu argumen yang
mendukung penggunaan chitosan adalah chitosan yang bersifat alami, dibanding
dengan pengawet makanan lainnya, formalin. Walaupun formalin bukan pengawet
makanan yang alami, formalin tetap digunakan sebagai pengawet makanan, dan
telah membuat kontoversi dan menyebabkan isu-isu kesehatan. Sedangkan, chitosan
lebih sehat dan bisa menaikkan kualitas makanan.
Pengawet makanan yang alami
seperti chitosan dapat mempertahankan kualitas makanan dan secara alami tahan
lama. Walaupun chitosan memiliki
banyak kelebihan, ia juga punya kekurangan. Chitosan berasal dari bahan yang
alami, tapi karena ia telah diproses, chitosan memiliki potensi untuk menjadi
solusi kimia yang berbahaya terhadap lingkungan. Argumen lainnya yang melawan chitosan adalah chitosan
lebih mahal dibanding dengan pengawet makanan yang lain.
PEMASARAN
Kitosan
ini bisa kita beli dalam bentuk langsung berupa pengawet kitosan itu sendiri.
Penjualnya pun agak sedikit sulit ditemukan karena masih sedikit toko kimia yang
menyediakannya. Kitosan ini dijual dengan harga pasaran 300ribu rupiah
per-karung dengan berat 5-6 kilogram. Sebagai contoh penjualnya adalah toko
dedisantosa di daerah bogor jawa barat. Toko itu menjual kitosan dengan harga
300ribu/karung dengan berat 5-6 kilogram.
Kelebihan penggunaan Kitosan
Kelebihan dari penggunaan bahat pengawet makanan adalah biaya produksinya relatif murah, bahan-bahan bakunya melimpah ruah di Indonesia, tidak membahayakan kesehatan karena terbuat dari bahan alami, harga di pasaran terjangkau sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif oleh masyarakat sebagai pengganti bahan pengawet buatan atau sintetis, dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena terbuat dari limbah udang yang sudah tidak terpakai, Berdasarkan banyaknya kelebihan yang ada dari memproduksi kitosan, maka kitosan ini sangat dianjurkan untuk diproduksi di Indonesia karena di negeri ini produksi udang sangat melimpah.
Pendirian Industri kreatif ini berpotensi untuk membuka lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, terutama sektor usaha kecil menengah, dan berdasarkan melimpahnya bahan baku di Indonesia maka kitosan juga berpotensi sebagai komoditi ekspor di Indoseia..
Produk kitosan akan sangat berdampak positif bagi masyarakat Indonesia apabila telah digunakan secara meluas karena bahan pengawet berbahan alami ini dapat menggantikan bahan pengawet berbahan kimia yang dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan tubuh.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi dalam mengembangkan produksi kitosan ini yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahan pengawet ini, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menggunakan bahan pengawet buatan karena mereka menganggap harganya lebih murah. Selain itu wawasan tentang cara produksi bahan pengawet alami ini masih rendah. Kurangnya dukungan dari pemerintah, sedangkan dari pihak media kurang mempublikasikan inovasi ini.
Sel kitosan mudah rapuh. Kitosan ini juga sukar diaplikasikan sebagai zat aditif makanan serta minuman karena berat molekulnya yang tinggi. Produksi kitosan secara tradisional membutuhkan waktu yang cukup lama karena beberapa kali membutuhkan proses pengeringan.
Anggota Kelompok:
RUDY ADITYA 16411010
MUHAMAD AFIFUDIN CHANIF 16411098
TENDERISI RAKARDIANTI 16411195
MARY AGUSTINA PUTRI 16411223
IQBAL FAUZI ADITAMA 16411231
DITO BUDI SUKARNO 16411243
AHMAD RAHMAN ALI 16411247
KHALID ISTIQLAL SYAIFULLAH 16411255
No comments:
Post a Comment