Monday, April 30, 2012

Industri Kreatif


Industri Kreatif Multidisiplin Ilmu
Pengawet Alami Berbahan Dasar Limbah Kulit Udang
Kasus penggunaan formalin sebagai pengawet makanan sangat menghebohkan beberapa waktu lalu di media massa. Konsumen merasa tidak percaya bahwa selama ini banyak pedagang menggunakan cara-cara yang tidak halal untuk memperoleh keuntungan besar. Hal ini menggugah jiwa para peneliti di kalangan akademisi untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Salah satunya adalah peneliti di Institut Pertanian Bogor. Sugeng Hari Suseno, Pipih Suptijah, dan Mastarudin dari Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Pertanian dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian berhasil menemukan pengawet alami dan aman dikonsumsi dari kitosan ‘chitosan’. Kitosan ini berasal dari limbah invertebrata laut (kulit udang, rajungan, dan cumi-cumi). Penemuan ini sangat berpotensi untuk dikembagkan lebih lanjut dan sudah siap untuk diterapkan pada industri ikan dan industri makanan lainnya yang membutuhkan pengawet alami.

Banyaknya jenis industri kreatif di dunia beberapa tahun belakangan menjadi bahan yang menarik untuk dibahas ataupun langsung diaplikasikan, terutama oleh para mahasiswa. Selain untuk menambah pengetahuan, topik mengenai industri kreatif juga dapat menyejahterakan lingkungan bila diaplikasikan dengan cara yang tepat. Itulah alasan mengapa kami memilih tema industri kreatif untuk melengkapi tugas akhir kami dalam mata kuliah Sistem Alam Semesta.

Ada dua hal yang mendasari kami untuk memilih topik ini. Pertama, kitosan dapat digunakan sebagai pengawet  makanan yang aman dikonsumsi bagi kesehatan. Kedua, ketersediaan bahan baku untuk membuat pengawet kitosan ini sangat melimpah.

          Penggunaan zat kimia berbahaya untuk mengawetkan makanan sudah bukan hal yang asing lagi kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Para produsen dan pedagang makanan yang nakal menggunakan zat kimia seperti formalin untuk mengawetkan produknya. Kita tahu formalin atau formaldehida adalah zat kimia organic yang umumnya digunakan untuk mengawetkan mayat agar tidak membusuk. Bayangkan saja zat pengawet mayat dijadikan pengawet makanan. Formalin itu sendiri mengandung zat yang membahayakan kesehatan pengonsumsinya. Bahkan dapat berujung kematian. Hal ini tentu saja meresahkan masyarakat dan memaksa mereka untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan. Melihat keadaan tersebut, beberapa ilmuwan dari beberapa universitas di Indonesia melakukan serangkaian penelitian yang menghasilkan suatu temuan bahwa kitosan dapat digunakan untuk mengawetkan makanan secara aman. Dari hasil penelitian tersebut juga didapatkan bahwa makanan yang diawetkan dengan pengawet chitosan berkolestrol rendah karena kitosan dapat menurunkan kolesterol. Kitosan merupakan senyawa bermuatan listrik positif yang dapat menyatu dengan asam empedu bermuatan negatif. Dengan menyatunya chitosan dengan asam empedu akan menghambat penyerapan kolestrol dari lemak, yang mana lemak ini masuk bersama makanan, kemudian dicerna dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver.

         Adapun bahan baku untuk membuat produk kitosan ini adalah karapaks udang dan cangkang dari berbagai jenis hewan. Di pasar-pasar tradisional di Indonesia, bahan-bahan tersebut banyak sekali ditemukan. Juga di tempat-tempat khusus, seperti restoran seafood dan pabrik pengolahan makanan laut, dapat kita peroleh dalam jumlah yang sangat melimpah. Jika bahan-bahan tersebut  dibiarkan saja tanpa diolah, lama kelamaan akan menumpuk menjadi limbah yang dapat mencemari dan mengganggu lingkungan. Maka dari itu, penggunaan pengawet makanan berbahan dasar chitosan ini dapat menjadi suatu solusi tepat mengurangi limbah karapaks dan cangkang menjadi sesuatu yang bermanfaat.

         Dalam tulisan ini, kami akan membahas pemanfaatan chitosan dari berbagai bidang ilmu termasuk dalam pemasarannya. Dengan ini kami berharap dapat memberi manfaat bagi para pembaca sekalian.

CARA PEMBUATAN

          Pembuatan kitosan dari limbah kulit udang didasarkan oleh kandungan kitin yang ada pada kulit udang tersebut.  Kitosan adalah senyawa turunan kitin yang salah satu gugusnya digantikan oleh atom Hidrogen. Perbedaan antara kitin dan kitosan terletak pada gugus amida yang terikat pada polisakarida. Pada kitin terdapat CH3COO- yang terikat pada amida, sedangkan pada kitosan gugus ini digantikan oleh atom hydrogen.  Pembuatan kitosan dari kulit udang dilakukan dalam tiga tahap. Tahap deproteinasi (menghilangkan kandungan protein), demineralisasi (menghilangkan kandungan mineral), dan deasetilasi (pembentukan senyawa kitosan).

Tahap pembuatan kitosan

         Sebelum masuk proses utama, limbah kulit udang harus dikumpulkan terlebih dahulu dari berbagai sumber seperti limbah dari rumah makan yang menjual seafood, limbah  rumah tangga berupa kulit udang dan dari berbagai sumber lain. Lalu hasil pemgumpulan limbah tersebut digerus dengan cara mekanik sehingga dihasilkan serbuk limbah kulit udang. Apabila serbuk limbah kulit udang yang tersedia cukup banyak maka proses selanjutnya masuk ke reaksi kimia.
Tahap melibatkan reaksi kimia 

1.      Deproteinasi :  Tujuan dari penghilangan protein disini agar bahan yang digunakan tidak mengalami pembusukan, kandungan protein dalam suatu zat dapat mempercepat tumbuhnya bakteri.  Proses ini memerlukan larutan basa, biasanya digunakan larutan NaOH. Caranya ialah setelah limbah kulit udang digerus halus lalu dicampur dengan larutan NaOH. Pemberian larutan basa ini bertujuan untuk menghancurkan  protein yang terkandung pada kulit udang. Setelah dicampur dengan larutan basa pisahkan endapannya dengan cara disaring, endapan ini lalu dinetralkan terlebih dahulu dengan cara dibilas dengan  aquades. Kemudian dikeringkan dengan cara dipanaskan sampai terbentuk serbuk 
2.      Demineralisasi :  Serbuk hasil deproteinasi ini umumnya masih berupa senyawa Kalsium Karbonat sehingga apabila dicamprukan dengan larutan HCl akan terbentuk gelembung gas dari CO2. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral dalam kulit udang. Caranya ialah hasil proses deproteinasi yang berupa serbuk dimasukkan kedalam larutan HCl, kemudian pisahkan endapan serbuk dari larutan HCl. Hasil endapan yang diperoleh dibilas dengan aquades lalu dipanaskan sampai kering. Hasil dari proses ini disebut kitin.
Reaksi serbuk limbah kulit udang saat dicampur dengan larutan NaOH
CaCO3(s) + 2HCl(l)  >>> CaCl2(s) + H2O(l) + CO2(g)
3.      Deasetilasi  : Proses ini merupakan proses terakhir pembuatan kitosan. Proses ini menggunakan larutan NaOH, kitin yang telah diperoleh dari tahap demineralisasi selanjutnya dicampur dengan larutan NaOH. Saat pencampuran dengan larutan NaOH, terjadi adisi OH- pada amida kemudian terjadi eliminasi gugus COCH3-, sehingga terbentuklah gugus NH2 yang berikatan dengan polimer kitin. Inilah senyawa yang disebut kitosan. Senyawa ini dapat digunakan untuk mengawetkan makanan karena gugus  NH2 pada kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara adsorpsi kitosan pada permukaan bakteri sehingga bakteri yang telah mengadsorpsi kitosan ini akhirnya mati. 
Substitusi atom H pada kitin oleh larutan NaOH (deasetilasi)


Menggunakan limbah udang untuk pengawet makanan (chitosan) terbukti memiliki keuntungan dan kekurangan. Dengan adanya masalah ini, telah ada perdebatan apakah kita masih perlu menggunakan chitosan atau tidak.

Salah satu argumen yang mendukung penggunaan chitosan adalah chitosan yang bersifat alami, dibanding dengan pengawet makanan lainnya, formalin. Walaupun formalin bukan pengawet makanan yang alami, formalin tetap digunakan sebagai pengawet makanan, dan telah membuat kontoversi dan menyebabkan isu-isu kesehatan. Sedangkan, chitosan lebih sehat dan bisa menaikkan kualitas makanan.

Pengawet makanan yang alami seperti chitosan dapat mempertahankan kualitas makanan dan secara alami tahan lama. Walaupun chitosan memiliki banyak kelebihan, ia juga punya kekurangan. Chitosan berasal dari bahan yang alami, tapi karena ia telah diproses, chitosan memiliki potensi untuk menjadi solusi kimia yang berbahaya terhadap lingkungan. Argumen lainnya yang melawan chitosan adalah chitosan lebih mahal dibanding dengan pengawet makanan yang lain.

     PEMASARAN
Kitosan ini bisa kita beli dalam bentuk langsung berupa pengawet kitosan itu sendiri. Penjualnya pun agak sedikit sulit ditemukan karena masih sedikit toko kimia yang menyediakannya. Kitosan ini dijual dengan harga pasaran 300ribu rupiah per-karung dengan berat 5-6 kilogram. Sebagai contoh penjualnya adalah toko dedisantosa di daerah bogor jawa barat. Toko itu menjual kitosan dengan harga 300ribu/karung dengan berat 5-6 kilogram.

    BAGAN PEMBUATAN KITOSAN
 

































































Kelebihan penggunaan Kitosan

            Kelebihan dari penggunaan bahat pengawet makanan adalah biaya produksinya relatif murah, bahan-bahan bakunya melimpah ruah di Indonesia, tidak membahayakan kesehatan karena terbuat dari bahan alami, harga di pasaran terjangkau sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif oleh masyarakat sebagai pengganti bahan pengawet buatan atau sintetis, dapat mengurangi pencemaran lingkungan karena terbuat dari limbah udang yang sudah tidak terpakai, Berdasarkan banyaknya kelebihan yang ada dari memproduksi kitosan, maka kitosan ini sangat dianjurkan untuk diproduksi di Indonesia karena di negeri ini produksi udang sangat melimpah.
Pendirian Industri kreatif ini berpotensi untuk membuka lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, terutama sektor usaha kecil menengah, dan berdasarkan melimpahnya bahan baku di Indonesia maka kitosan juga berpotensi sebagai komoditi ekspor di Indoseia..
Produk kitosan akan sangat berdampak positif bagi masyarakat Indonesia apabila telah digunakan secara meluas karena bahan pengawet berbahan alami ini dapat menggantikan bahan pengawet berbahan kimia yang dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan tubuh.
 Adapun kendala-kendala yang dihadapi dalam mengembangkan produksi kitosan ini yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahan pengawet ini, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menggunakan bahan pengawet buatan karena mereka menganggap harganya lebih murah. Selain itu wawasan tentang cara produksi bahan pengawet alami ini masih rendah. Kurangnya dukungan dari pemerintah, sedangkan dari pihak media kurang mempublikasikan inovasi ini. 
Sel kitosan mudah rapuh. Kitosan ini juga sukar diaplikasikan sebagai zat aditif makanan serta minuman karena berat molekulnya yang tinggi. Produksi kitosan secara tradisional membutuhkan waktu yang cukup lama karena beberapa kali membutuhkan proses pengeringan.

Anggota Kelompok:
RUDY ADITYA                                                       16411010
MUHAMAD AFIFUDIN CHANIF                        16411098
TENDERISI RAKARDIANTI                               16411195
MARY AGUSTINA PUTRI                                   16411223
IQBAL FAUZI ADITAMA                                    16411231
DITO BUDI SUKARNO                                         16411243
AHMAD RAHMAN ALI                                        16411247
KHALID ISTIQLAL SYAIFULLAH                     16411255



No comments:

Post a Comment